Maaf, Satu Kata yang Penuh Makna March 20, 2012

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna. Tetapi di balik kesempurnaan itu, masih ada titik kelemahan yang dimilikinya. Kita tidak bisa memungkiri bahwa kita juga pernah melakukan kesalahan, baik itu disengaja maupun tidak.  Dari setiap kesalahan tersebut, terkadang dapat menimbulkan bekas yang mendalam di hati orang yang telah kita sakiti. Maka tidak jarang kesalahan sekecil apapun dapat membuat jarak yang besar dalam suatu hubungan interpersonal. Dari situasi tersebut, muncul berbagai pertanyaan besar di kepala. Sudahkah kita meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah dilakukan? Apakah maaf itu keluar dari lubuk hati kita yang paling dalam? Apakah maaf itu terucap atas inisiatif kita sendiri? Mengapa mengucapkan kata maaf itu sulit?

Aku dan Jurnalistik March 29, 2011

Jurnalistik adalah salah satu bidang yang asyik untuk digeluti. Ya, seperti itulah aku mempersepsikan kata jurnalistik. Setidaknya, persepsi itu masih ada ketika aku mulai menuangkan ide-ide serta inspirasiku ke dalam rangkaian abjad yang bermakna ini. Tidak mudah dalam menciptakan persepsi ini ke dalam otak. Berawal dari sebuah anggapan yang membuatku berpikir dua kali untuk memahami dunia jurnalistik, aku mulai memberanikan diri untuk berkenalan dengannya melalui suatu wadah organisasi semasa SMA, yaitu Majalah Castra.

Gagahnya Mars, Indahnya Venus December 11, 2010

Man are from Mars, Woman are from Venus. Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Ya, ini adalah sebuah ungkapan yang dikutip dari judul buku karangan Dr. John Gray, Ph.D. Ungkapan ini tidak hanya sebatas kalimat tetapi di dalamnya tergambar jelas betapa berbedanya pria dan wanita.

Dalam kehidupan sehari-hari, remaja pria cenderung merasa keheranan ketika melihat remaja wanita ngerumpi dan histeris. Begitu juga sebaliknya, remaja wanita pun tidak kalah heran saat melihat remaja pria lebih banyak melakukan aktivitasnya sendiri dengan sedikit bicara. Beberapa remaja mungkin pernah mengalami perselisihan atau perdebatan dengan lawan jenisnya dalam menentukan suatu keputusan. Ada juga yang bertengkar dengan sang kekasih hati karena merasa pasangannnya tidak bisa mengerti dan memahaminya dengan baik. Beberapa kondisi tersebut menyiratkan bahwa pria dan wanita adalah dua makhluk yang memang ditakdirkan berbeda.

September 6, 2010

Aku sudah lelah….
Melawan gejolak amarah dan sakit yang teramat parah…
Mungkin aku memang sudah kalah….
Kini aku pasrah tapi bukan berarti aku menyerah…

”Orang Gila…??? Siapa takut…!!!” July 28, 2010

Sore itu, aku bersantai di beranda rumah. Kulihat di depanku sepeda motor berlalu lalang tanpa henti. Sesekali disela oleh kendaraan beroda empat full music dan seorang pria tua yang mengayuh kuat ”Si Roda Tiga”nya yang kini sedang ditumpangi oleh dua orang berbadan tambun. Sungguh suatu pemandangan yang ironis menurutku. Hanya selang beberapa detik, lewat lagi motor-motor beraneka jenis dan warna dari arah kanan dan kiri. Hmm…ternyata zaman memang sudah benar-benar mengubah keadaan. Jalan kecil yang dulu sepi kini harus berulang kali diperbaiki akibat ramainya kendaraan yang melaju di atasnya.

Tak lama kemudian, aku melihat seorang pria paruh baya berjalan dari arah kanan. Aku sudah familiar dengan orang itu. Pakaian yang kusam compang-camping, rambut yang gimbal, dan wajahnya yang terlihat tak terawat. Lalu, dia pun berhenti dan duduk di bangku taman depan rumah kakekku.Ya, sudah kukira dia akan duduk disana.

My Superheroes

Apa yang pertama kali ada di benak kalian tentang “Superhero”? Apakah Superman? Spiderman? Batman? Atau tokoh-tokoh pahlawan lain seperti Catwoman, Fantastic 4, dan Power Rangers???

Bicara tentang Superhero, pasti yang akan terbayang di benak kita adalah fantasi-fantasi di masa kecil. Masa di mana pikiran kita masih dipenuhi dengan kesenangan dan khayalan-khayalan tingkat tinggi seakan-akan hidup ini terasa ringan tanpa masalah.

Mari sejenak kita flashback ke masa-masa itu, mengingat pahlawan-pahlawan super yang sempat menjadi idola kita.

“Bye… Bye… Impian…” July 18, 2010

“Maaf, nomor peserta 110-42-040111019 tidak diterima.” Ku baca kalimat yang ada di layar laptopku itu berkali-kali.

Ach, bodohnya aku… Mana mungkin rangkaian huruf itu bisa berubah. Mau dibaca ataupun diulangi seribu kali tetap saja satu kalimat berwarna merah itu yang muncul. Sesaat aku seperti kehilangan kesadaran. Tapi kemudian aku tersentak.

“Gagal lagi…. Ya sudahlah… Bukan jalanku  disitu.”, ucapku dalam hati seraya menghibur diri.

Kecewa…? Ya pastilah… Siapa yang tidak sedih kalau mimpi yang diinginkannya dari kecil tidak terwujud?

Tiba-tiba terdengar suara merdu Sherina dari Handphone di atas meja.

1 message…

2 messages…

3 messages…

“Semburat Warna Pelangi…” July 15, 2010

“Semburat awan hitam telah menghiasi kanvas kecilku ini. Salahkah jika aku inginkan goresan pelangi untuk melengkapinya??”

Aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah seorang pelukis amatir yang mencoba menggoreskan setiap tinta kehidupanku. Ya, pelukis yang bahkan belum satu karyapun aku ciptakan. Mungkin juga aku memang tak pantas untuk menyebut diriku sendiri ini seorang pelukis.

Sudah berbulan-bulan sejak aku memutuskan untuk menuangkan perasaanku dalam sebuah lukisan. Tapi kanvas kecil ini tak kunjung sempurna. Rasanya belum pantas untuk kupajang di dinding kamarku yang kusam. Apalagi disandingkan dengan lukisan-lukisan karya pelukis ternama seantero tanah air seperti Affandi, Raden Saleh, atau Basuki Abdullah. Sungguh tak pantas. Tapi disini, di atas kain kanvas ini, dengan pensil, kuas-kuas dan palet berisi cat minyak berwarna-warni ini, aku gambarkan perasaanku dan semua hal yang terjadi di kehidupanku. Tentunya dengan harapan, ini akan menjadi sebuah karya yang indah dan memiliki arti.

Petir di Hati Ibu July 13, 2010

Suasana begitu gelap. Awan mendung tak jua beranjak pergi dari posisinya. Tetes-tetes air masih berjatuhan dari atap sebuah rumah tua. Sesekali terdengar suara deru mobil membelah lubang-lubang jalan yang kini berisi air. Terdengar pula suara katak-katak yang berpesta merayakan hujan, seakan sedang menyanyikan suatu paduan irama alam yang sangat indah didengar. Begitulah keadaannya ketika Sang Langit menumpahkan air matanya kepada Sang Bumi.

Namun, keadaan di dalam rumah tua itu sangatlah berbeda. Jauh di sudut rumah, di sebuah kursi goyang, tampak seorang wanita tua sedang memandang kosong ke luar jendela. Wajahnya yang pucat menyiratkan suatu kesedihan yang sangat mendalam. Matanya sayu dan terlihat lingkaran hitam di sekelilingnya.Garis-garis wajahnya tampak jelas. Baju yang dikenakannya pun sudah usang. Badannya yang kurus menunjukkan bahwa ia tidak pernah merawat tubuhnya. Hingga hujan berhenti, ia tetap tidak mengalihkan pandangannya.

Sedikit demi sedikit, suasana di dalam rumah itu mulai terang. Awan mendung yang dari tadi menaunginya kini pergi mengikuti kemana Sang Angin berhembus. Cahaya matahari yang mulai menembus dari genting-genting kaca memperlihatkan dengan jelas setiap sudut rumah. Tampak beberapa meja dan kursi tertata rapi. Di salah satu sudut, terdapat jambangan bunga dan di sudut yang lain persis tepat berada di sebelah Ratna, wanita tua yang sejak tadi duduk di kursi goyang, terdapat meja kecil berisi foto-foto keluarga. Sepasang suami istri bersama dua anak laki-laki yang berada di dalam bingkainya, menyiratkan suatu aura kebahagiaan. Aura itulah yang menyebabkannya menjadi satu-satunya benda yang tampak hidup dibandingkan dengan benda-benda lain yang kini mulai dilapisi debu.

“Bola Itu Bundar…” July 6, 2010

“Bola itu Bundar…” Sering kudengar kalimat itu akhir-akhir ini. Apalagi selama musim Piala Dunia seperti sekarang ini. Dari reporter TV Swasta, komentator bola, sampai masyarakat yang sekedar berpendapat ketika jagoannya kalah bertanding. Ya, kalimat sederhana yang penuh arti.

Seperti bentuknya yang bundar, itulah kehidupan kita. Ada kalanya kita berada di atas, ada kalanya juga kita berada di bawah. Ada saatnya kita menang, ada saatnya pula kita kalah. Kadang kita merasa bahagia, kadang kita juga merasa sangat sedih.

Namun, seringkali kita melupakan hal itu. Kita cenderung lupa ketika berada di puncak. Dan baru menyadarinya ketika kita telah terjun bebas menuju tempat terendah di muka bumi. Itulah manusia, yang notabene jauh dari kesempurnaan.

And then? What should we do??